Biksu Buddha Garis Keras Dipenjarakan di Sri Lanka
Pengadilan Sri Lanka baru saja menjatuhkan hukuman sembilan bulan penjara kepada Galagodaatte Gnanasara, seorang biksu Buddha garis keras, karena menghina Islam dan menghasut kebencian agama. Vonis tersebut dikeluarkan oleh Pengadilan Magistrat Kolombo pada 9 Januari 2025, yang berasal dari pernyataan kontroversial yang dia sampaikan dalam konferensi media tahun 2016.
Hukuman penjara ini merupakan langkah langka di Sri Lanka, sebuah negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Gnanasara, yang juga merupakan pemimpin kelompok nasionalis Bodu Bala Sena, telah dihadapkan pada tuduhan berulang atas tindakan kebencian dan kekerasan anti-Muslim.
Menurut laporan dari situs berita Sri Lanka, Newswire, Gnanasara juga didenda 1.500 rupee Sri Lanka (£4), dengan ancaman tambahan satu bulan penjara jika denda tersebut tidak dibayar. Dia telah mengajukan banding atas vonis terbaru tersebut, namun permintaannya untuk bebas dengan jaminan selama proses banding ditolak.
Pada hari Kamis pekan lalu, pengadilan menegaskan komitmen konstitusional Sri Lanka terhadap kebebasan berkeyakinan bagi semua warga negara, tanpa memandang agama mereka. Ini bukanlah kali pertama Gnanasara mendekam di penjara. Pada tahun 2018, dia dijatuhi hukuman enam tahun karena penghinaan terhadap pengadilan dan intimidasi, namun hanya menjalani sembilan bulan setelah mendapat pengampunan dari Presiden Maithripala Sirisena saat itu.
Gnanasara memiliki hubungan politik yang kuat dan telah bersekutu dengan mantan presiden Gotabaya Rajapaksa. Selama masa jabatan Rajapaksa, Gnanasara memimpin satuan tugas reformasi hukum untuk memperkuat kerukunan antaragama, meskipun masa lalunya penuh kontroversi.
Tindakan Gnanasara dan pertempuran hukum yang terus berlanjut mencerminkan tantangan yang dihadapi Sri Lanka dalam mengatasi ketegangan dan membangun harmoni dengan minoritas Muslimnya. Komunitas Muslim di Sri Lanka merupakan sekitar 9,7 persen dari populasi negara tersebut, dengan mayoritas dari mereka mengidentifikasi diri sebagai orang Moor Sri Lanka.
Kelompok ini memiliki akar sejarah yang panjang, berasal dari pedagang Arab yang mulai menetap di Sri Lanka antara abad ke-8 dan ke-15. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) sebelumnya telah mengkritik negara tersebut atas “manifestasi nyata Islamofobia” dan mendorong adanya tindakan lebih kuat untuk mempromosikan kerukunan antarumat beragama.
Kisah Gnanasara adalah cerminan dari kompleksitas dan tantangan yang dihadapi oleh Sri Lanka dalam membangun kerukunan antaragama dan mengatasi ketegangan yang ada. Semoga negara ini dapat menemukan solusi yang tepat untuk memastikan kedamaian dan harmoni di antara semua warganya.